Minggu, 26 Oktober 2014

Kotak Apung Art Space Semarang

Kotak Apung Art Space Semarang merupakan entry dari sayembara arsitektur AGF Competition 2014 yang diselenggarakan oleh Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara. 
Sumber : http://agfcompetition.wix.com/2014

"AGF Competition 2014 merupakan sayembara arsitektur yang bertema tentang seni dimana seni sebagai sarana aktualisasi diri, mejadi salah satu aktivitas untuk meningkatkan index of happiness sebuah kota."

Tim Desain Kotak Apung Art Space adalah 3 orang mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro, yang berusaha menggali potensi diri di mata kuliah pilihan Arsitektur Lansekap Lanjutan. Mereka adalah Veronika Dyah Setiati, Suhargo Tri Hartanto, dan Glandiscepa Chahyanita D.
Tim Desain Kotak Apung Art Space Semarang
Ki-ka : Glandiscepa Chahyanita D, Suhargo Tri Hartanto, Veronika Dyah Setiati
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Dengan panduan dan dampingan dari dosen pembimbing Dr. Ir. Eddy Prianto, CES, DEA. Beliau adalah salah satu dosen yang berkesan bagi saya. Bagaimana dia selalu memicu dan menantang anak-anak bimbingannya to push the limits and the boundaries. Bagi beliau hal yang biasa bukanlah hal yang harus dibanggakan melainkan ditinggalkan dan dilupakan dari memori kita agar kita terbiasa melainkan hal di luar kebiasaan, di luar zona nyaman saya, khususnya.
Dr. Ir. Eddy Prianto, CES, DEA
Dosen Mata Kuliah Pilihan Arsitektur Lansekap Lanjutan
Sumber : http://pildek.ft.undip.ac.id/
Kotak Apung Art Space mengimplementasikan konsep desain 2R, yaitu reuse dan revitalization. Kata kunci reuse dapat dilihat dari pemilihan material bangunan art space itu sendiri, yaitu pemanfaatan peti kemas yang banyak menumpuk di sekitaran Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.
Tumpukan Peti Kemas yang ada di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang
Sumber : http://img2.bisnis.com/
Sedangkan kata kunci revitalization terlihat dengan pemilihan tapak Kotak Apung, yaitu Balai Yasa yang dihidupkan kembali menjadi sebuah art space. Bagian dari Balai Yasa yang dimanfaatkan untuk art space yaitu halamannya (pasar seni, cafe, panggung musik) serta bangunannya itu sendiri yang ditujukan sebagai museum serta sanggar seni musik.

Balai Yasa sendiri merupakan bangunan kuno bersejarah yang ada di Kota Semarang yang tidak dimaksimalkan potensinya. Karena tidak adanya kepedulian dari stakeholder, Balai Yasa yang dulunya merupakan bengkel kereta api, kini hanyalah bangunan kosong tanpa ruh yang tenggelam oleh waktu serta air rob. Tragis. Bangunan bersejarah yang punya banyak cerita tidak dihargai lebih baik dibanding ruko dan indomaret di Kota Lumpia ini :)
Balai Yasa Semarang
Sumber : http://4.bp.blogspot.com/
Kotak Apung Art Space bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan seni masyarakat Semarang dalam sebuah ruang publik yang nyaman dan aktif, sehingga komunitas seni yang banyak bermunculan memiliki tempat untuk menyalurkan kreativitas mereka. Salah satu komunitas seni, khususnya musik, yang berkembang di Kota Semarang adalah Jazz Ngisoringin. Jazz Ngisoringin Semarang merupakan suatu komunitas atau wadah musisi jazz Semarang dari berbagai macam genre, status, dan level. Komunitas Jazz Ngisoringin tidak memiliki venue tetap untuk tampil, seringkali mereka memainkan musik mereka dari satu cafe ke cafe lain bahkan di mall. Maka dari itu melihat urgensi ini, maka diputuskan bahwa Kotak Apung Art Space Semarang ini nantinya akan menjadi wadah mereka untuk mengalunkan musik serta mengekspresikan emosi dengan bebas.
Komunitas Jazz Ngisoringin
Sumber : http://www.ngayogjazz.com/
Dengan semua konsep dan sasaran yang telah dipikirkan dengan matang, maka semua itu dikolaborasikan menjadi desain art space yang humanis serta dapat meningkatkan kembali nilai bangunan bersejarah yang ada di Kota Semarang. Berikut adalah desain Kotak Apung Art Space Semarang,


Lembar 1 Kotak Apung Art Space Semarang.
Lembar ini berisi potensi, aspek kontekstual, aspek lokasi, serta konsep dasar yang digunakan untuk mendesain Kotak Apung Art Space Semarang.
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Lembar 2 Kotak Apung Art Space Semarang.
Pada lembar 2 berisi tampak, potongan, perspektif, serta sekuens dari Kotak Apung Art Space Semarang.
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Lembar 3 Kotak Apung Art Space Semarang.
Lembar 3 menyajikan konten bird-eye view Kotak Apung Art Space Semarang.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Lembar 4 Kotak Apung Art Space Semarang.
Pada lembar 4 merupakan perspektif dari panggung untuk komunitas Jazz Ngisoringin yang merupakan "gong"nya.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Bersama tim desain art space lainnya yang juga dari Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro.
Senyum lepas tapi mata ngeganjel :)
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Menurut saya pribadi sih... seni yang dihargai adalah bukti suksesnya peradaban manusia, entah pendapat orang lain. Seni kadang dianggap remeh, namun tanpa disadari setiap tingkah laku yang diperbuat manusia adalah seni. Seni berkomunikasi dengan manusia lainnya, seni menghargai dirinya sendiri (simpelnya dengan berusaha berpenampilan yang menarik), seni menghargai rasa dan keyakinannya, dan seni lain yang mungkin tidak kita sadari bahwa itu adalah seni. 


"Seni lebih dari sekedar kata, lebih dari sekedar definisi, lebih dari sekedar bentuk, lebih dari sekedar visual, namun lebih kepada olah rasa. Maka dari itu selamat berseni, fellas." - Veronika Dyah Setiati, gadis kritis tapi malas (Mengutip salah satu pesan di game botol "Aku di Matamu" dari seorang teman.)




- Fin -

Sabtu, 25 Oktober 2014

Rumah Ideal Tropis

Desain ini merupakan hasil dari peluh kerja keras mengerjakan tugas Sejarah Arsitektur 2 yang penuh dinamika. Sang dosen, Bapak Totok Roesmanto (dia seorang profesor, namun dikarenakan saya tidak hafal gelarnya seperti saya hafal lagu Indonesia Raya jadi saya panggil Bapak saja) memberikan tugas kepada mahasiswa arsitek angkatan 2011 untuk mengintepretasikan statement dari seorang arsitek terkenal menjadi sebuah karya rumah ideal tropis. Cok dikocok kocok (saya tidak tahu bagaimana cara dia mengundi, ya anggap saja begitu) saya mendapatkan nama arsitek yang saya tahu saja tidak, Bart Prince. 
“What it means to be a creative individual in any age. This is the essence of architecture: not ‘style’ or ‘fashion’ or ‘fad,’ but rather that creative spirit that exists within us and that ensures a future of exciting ideas and work.” - Bart Prince (1)
Pendekatan dalam pengerjaan tugas ini yang pertama adalah..............browsing citra diri Bart Prince, karena pepatah bijak bangsa Indonesia mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Melihat hasil search google, ternyata si arsitek ini tembem hahaha namun karyanya luar biasa. Melihat karya-karya yang dihasilkan beliau seperti melihat arsitektur masa depan, arsitektur luar angkasa, setting film sci-fi, and suddenly I become a huge fan of him. 
Bart Prince (http://intranet.ehai-cva.com/)
"My inspiration comes from everything I see and experience. Every artist takes in and synthesizes all of the information around him/her and then expresses new ideas based on an understanding and response to the things affecting each new work. I work from the inside-out not the outside-in. In many of the buildings we see today, 'architecture' is what falls off the building in an earthquake. It is applied and has nothing to do with an IDEA or the structure of that building. True architecture integrates all aspects of design and construction." - Bart Prince (2)
Setelah meng-kepo lebih dalam sosok dari Bart Prince ini, ternyata beliau adalah arsitek yang sangat menghargai alam. Bentuk aneh nan futuristik yang tercemin dalam setiap karyanya ternyata merupakan refleksi dari respon Bart Prince terhadap lingkungan sekitar tapak bangunannya. Bentuk alam yang terlihat simpel dan sederhana di mata saya, dapat beliau transformasikan menjadi suatu bentuk yang kompleks dan tidak biasa. 1 hal yang saya lihat dari konsep desain beliau adalah always push the boundaries
Gradow Residence, Aspen, Colorado (www.bartprince.com)
“My philosophy is to ‘begin again and again’ with a fresh mind as each new problem is presented to me,” says Bart Prince. “I want to understand the client, the climate, the site, and respond to this input in a creative way. There should be as many individual designs as there are individual people. The buildings we build for ourselves should be unlike any done before, since we don’t live as people used to, and our resources, technology and lifestyles should be reflected in how we respond to these aspects of our life in the ‘continuous present.” - Bart Prince (3)
Karya Bart Prince yang kemudian menginspirasi saya dalam mendesain rumah ideal tropis yaitu Parsifal Townhouse, Albuquerque, New Mexico. Parsifal Townhouse terletak di tapak yang tidak begitu luas, namun Bart Prince dapat merespon problem ini dengan cara membuat denah rumah yang tidak sekedar linier, simetris, kotak, perpaduan horizontal dan vertical, namun beliau mampu memasukkan unsur diagonal untuk mengakali kebutuhan ruang yang besar di lahan yang tidak begitu luas.
 
Siteplan Of Parsifal Townhouse (www.bartprince.com)
Setelah memahami konsep dan statement dari Bart Prince, kemudian saya mendesain dan jadilah rumah ideal tropis dengan 2 muka (sebagai pintu masuk rumah dan sebagai tempat usaha) versi saya. Berikut hasilnya.



Dan untung saja, Prof Totok mengapresiasi tugas ini dengan sangat bijaksana............mengingat SA 1 dapet E.

Sumber :

-FIN-